'Perusahaan Besar Tapi Main Curang' - Fast Respon Indonesia Center (FRIC) Bongkar Dugaan Penambangan Migas Gunakan Tanah Urug Tak Sesuai Standar Nasional

TANJAB BARAT - interaksinews.com -  Sebuah perusahaan penambang minyak dan gas (migas)  yg berada di Desa Mendala Jaya Kecamatan Betara Kabupaten Tanjab Barat  menurut informasi akan beroperasi tahun depan.

Perusahaan diduga menggunakan tanah urug yang tidak memenuhi standar kualitas nasional (SNI) dalam proyek pembangunan fasilitas penunjang operasionalnya. Dugaan ini mencuat setelah sejumlah aktivis lingkungan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menemukan indikasi penggunaan material urug yang tidak sesuai spesifikasi teknis, Selasa (03/11/2025)

Menurut informasi yang dihimpun, material urug yang digunakan di lokasi proyek tidak melalui uji laboratorium sebagaimana diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 03-2834-2000) tentang tata cara pelaksanaan pekerjaan tanah dan urugan.

Akibatnya, kekuatan dan kestabilan tanah dikhawatirkan tidak memenuhi standar keamanan konstruksi.

Fahmi Hendri Ketua Satgas Ormas FRIC (Fast Respon Indonesia Center)kepada awak Media mengatakan, "Kami menilai perusahaan ini telah mengabaikan prinsip kehati-hatian dan melanggar ketentuan teknis konstruksi. Material urug yang digunakan bukan hanya di luar SNI, tapi juga diduga berasal dari galian ilegal yang tidak berizin."


Tim FRIC (Fast Respon Indonesia Center) Fahmi, tersebut mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Provinsi Jambi untuk segera melakukan investigasi. Mereka juga meminta agar aparat penegak hukum turun tangan jika terbukti ada pelanggaran hukum dalam penggunaan tanah urug ilegal.

Sementara itu, pihak perusahaan hingga kini belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan tersebut. Namun sumber internal menyebutkan bahwa penggunaan tanah urug tersebut dilakukan oleh pihak subkontraktor dalam tahap penimbunan area fasilitas penunjang.

“Kami sedang menelusuri kebenaran informasi ini. Jika benar ada pelanggaran spesifikasi atau penggunaan material tanpa izin, tentu akan ada sanksi tegas,” ujar pejabat dari Dinas ESDM Provinsi Jambi saat dikonfirmasi terpisah.

Penggunaan material urug yang tidak sesuai standar bukan hanya melanggar ketentuan teknis konstruksi, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan serta membahayakan keselamatan pekerja dan masyarakat sekitar proyek.


Fahmi menjelaskan tentang sanksi Bagi Penggunaan Tanah Urug Ilegal yaitu Sanksi Pidana (Minerba). Pelaku pengambilan atau penggunaan tanah urug tanpa izin diancam pasal 158 UU 3/2020: penjara maksimum 5 tahun dan denda maksimum Rp100 miliar. Pasal 160(2) juga mengancam hukuman sama bagi pemegang IUP eksplorasi yang nekat produksi. Pasal 161 melarang menampung, mengolah, menjual mineral (termasuk tanah urug) “yang tidak berasal dari pemegang izin” dan memuat sanksi penjara hingga 5 tahun plus denda 100 miliar. Jika ada aksi menghalang-halangi pengawasan tambang, Pasal 162 menambah ancaman pidana (penjara 1 tahun dan denda Rp100 juta).

Sanksi Pidana (Lingkungan Hidup). Apabila kegiatan tanah urug ilegal menimbulkan pencemaran atau kerusakan, pelaku dapat dijerat UU No. 32/2009. Misalnya, Pasal 109 UU 32/2009 mengancam usaha yang dilakukan tanpa izin lingkungan (AMDAL/UKL-UPL) dengan penjara 1–3 tahun dan denda Rp1–3 miliar. Bagi pencemaran atau kerusakan lebih berat, pasal-pasal lain (seperti Pasal 102-108 UU 32/2009) mengancam hukuman hingga 5 tahun dan denda puluhan miliar rupiah.

Sanksi Administratif (Minerba). UU Minerba Pasal 151(1) memandatkan Menteri ESDM berwenang menjatuhkan sanksi admistratif atas pelanggaran pertambangan, berupa teguran tertulis, denda administrasi, penangguhan atau pencabutan izin. Dengan demikian, perusahaan migas atau kontraktor yang menggunakan tanah urug tak berizin bisa dikenai penghentian operasi atau pencabutan izin tambangnya.

Sanksi Administratif (LH). UU 32/2009 Pasal 76 menyebut sanksi lingkungan termasuk teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan/pencabutan izin lingkungan, dan denda administrasi. Misalnya KLHK dapat membekukan izin proyek migas jika diketahui menggunakan tanah urug ilegal, hingga kewajiban pemulihan lahan. Sanksi adm bisa diintegrasikan dengan sanksi pidana; pasal 78 UU 32/2009 menegaskan pelanggar masih bertanggung jawab secara pidana walaupun dikenai sanksi adm.

Sanksi Perdata. Korporasi atau kontraktor dapat dituntut ganti rugi atau pembatalan kontrak kerja, misalnya jika penggunaan tanah urug ilegal melanggar kontrak pemborong atau mewakili wanprestasi izin. Selain itu, pelaku bisa dikenai sanksi administrasi fiskal (misalnya denda pajak atau pencabutan NPIK) serta sanksi profesi (skorsing kontraktor) oleh lembaga pengawasan kontrak negeri.

"Kasus ini menambah panjang daftar praktik tidak bertanggung jawab di sektor pertambangan migas yang kerap luput dari pengawasan ketat pemerintah," pungkasnya. (TIM)


Komentar