Pangandaran - interaksinews.com || Penolakan terhadap proyek pembangunan breakwater (pemecah gelombang) oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy di wilayah Karangtirta, Kabupaten Pangandaran, terus bergulir. Forum Masyarakat Pesisir (FMP) menilai proyek senilai Rp80 miliar itu membahayakan lingkungan dan kehidupan warga.
Jeje Wiradinata, juru bicara FMP Pangandaran, menyatakan bahwa pembangunan muara baru tersebut menimbulkan berbagai risiko. Di antaranya adalah potensi banjir, pencemaran sumber air tawar, hingga ancaman terhadap keberlangsungan jembatan penghubung warga pesisir.
“Justru proyek ini menutup aliran Sungai Citonjong saat pasang laut dan hujan lebat, sehingga sangat berisiko menimbulkan banjir di kawasan pertanian,” ujar Jeje. Ia menambahkan, jika tidak ada respons serius dari pemerintah, warga siap menggelar aksi besar dan membawa persoalan ini ke tingkat pusat.
Kekhawatiran serupa juga disampaikan para petani. Anton Sugandi (67), warga Dusun Ciheras, Desa Sukaresik, menyatakan bahwa intrusi air laut akibat proyek tersebut dapat mencemari sistem irigasi dan merusak ribuan hektare sawah.
“Kalau air asin masuk ke sungai, rusaklah sawah kami. Pemerintah harus pikirkan ini sebelum semuanya terlambat,” kata Anton. Ia juga menyayangkan kurangnya sosialisasi dari pihak BBWS kepada para petani.
Ketua DPRD Kabupaten Pangandaran, Asep Noordin, mengatakan telah menerima laporan dari masyarakat dan meminta BBWS Citanduy untuk menunda proyek. Ia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh sebelum pelaksanaan dilanjutkan.
“Kami mendengar keluhan masyarakat dan akan memanggil pihak BBWS untuk meminta penjelasan. Proyek yang berpotensi merugikan rakyat tidak bisa dilanjutkan tanpa kajian komprehensif,” tegas Asep.
Sementara itu, Iwan M. Ridwan, tokoh masyarakat Karangtirta sekaligus anggota DPRD Pangandaran, menilai bahwa proyek ini mencerminkan lemahnya komunikasi antara pemerintah pusat dan warga lokal.
“Ini bukan sekadar soal pembangunan, tapi soal keadilan lingkungan. Masyarakat pesisir yang hidup berdampingan dengan alam seharusnya menjadi pihak pertama yang diajak bicara,” ujarnya.
(Yaya)
Komentar
Posting Komentar