Gawat! Foto Bupati Dan Wakil Bupati Tapsel Dijual Rp300 Ribu ke Sekolah-sekolah


Tapanuli Selatan - Interaksinews.com ||  Foto Bupati Tapanuli Selatan Gus Irawan Pasaribu dan Wakil Bupati Jafar Syahbudin Ritonga dilengkapi bingkai dijual ke sekolah-sekolah yang ada di Tapanuli Selatan seharga Rp300 ribu.

Foto serupa dijual kepada para kades di Kabupaten Tapanuli Selatan seharga Rp300 ribu. Sementara pemasok foto itu belum diketahui siapa orangnya. Namun tersiar kabar, foto tersebut diduga pengadaannya okunum pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Selatan.

Informasi yang dihimpun dilapangan, sejumlah kepala sekolah mengaku pemesanan foto Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diberitahukan melalui group WhatsApp Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan. "Kami diminta untuk memesan foto Bupati dan Wakil Bupati Tapanuli Selatan. Harganya Rp300 satu sheet,” ucap salah-seorang kepala sekolah yang enggan disebutkan namanya.

Mencuatnya kabar praktik penjualan foto Bupati dan Wakil Bupati Tapanuli Selatan kepada para kepala sekolah dengan harga yang tak masuk akal berpotensi membuat harga diri kepala daerah dan wakil jatuh. Ini adalah bentuk praktik tidak etis dan harus segera diusut tuntas. 

Pengadaan foto kepala daerah bukanlah suatu kewajiban hukum yang mengikat seluruh OPD (Organisasi Perangkat Daerah). Apalagi jika dilakukan tanpa dasar peraturan resmi. Apakah ini ada dalam RKAS (Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah) BOS. Apakah foto itu memiliki nilai guna dalam pelayanan publik? Jawabannya: tidak. Foto tersebut tidak lebih dari simbolisme kosong yang kini dimanfaatkan menjadi lahan bancakan bagi segelintir oknum pejabat yang dekat dengan dengan Bupati Tapanuli Selatan.

Jika benar ada paksaan dan markup harga, maka ini sudah masuk ke ranah penyalahgunaan wewenang dan potensi tindak pidana korupsi atau pungutan liar. Bayangkan, di tengah kebutuhan anggaran untuk pelayanan masyarakat, justru uang negara atau bahkan uang pribadi pejabat dipaksa keluar demi foto yang tidak berdampak langsung pada kinerja birokrasi.

Masyarakat dan lembaga pengawas seperti Inspektorat dan Kejaksaan harus segera turun tangan. Pengadaan semacam ini perlu ditelusuri. Aiapa yang memerintahkan, siapa yang mengedarkan, dan ke mana aliran dananya. Ini bukan sekadar soal foto, tapi soal integritas pemerintahan. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin praktik seperti ini akan menjadi budaya baru yang merusak birokrasi.

Mari kita dorong transparansi dan akuntabilitas dalam setiap aktivitas pemerintahan. Kepala daerah seharusnya hadir sebagai simbol pelayanan dan pengabdian, bukan menjadi komoditas yang diperdagangkan oleh lingkaran orang dekatnya.

Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Selatan Zulpan Hamidi, S.STP, MM saat dikonfirmasi melalui pesan singkat mengatakan bahwa akan mempelajari terlebih dahulu. Kemudian masalah ini lebih cocok ditanyakan kepada pejabat lama, katanya. (Jc)

Komentar